WARTA JOGJA | YOGYAKARTA – Kebhinekaan adalah kekayaan bangsa Indonesia dan bukan untuk dipertentangkan. Untuk itu, Pembukaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) dapat menjadi peristirahatan sejenak untuk merenung kembali bagaimana membangun semangat ke-Indonesiaan.
Hal ini diungkapkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di pembukaan PBTY XIV tahun 2019, di Kampung Ketandan, Yogyakarta pada Rabu (13/2/2019) dan mengangkat tema ‘Harmony in Diversity’. Gubernur DIY mengungkapkan, unsur bumi dalam tahun babi tanah konon membawa aura kemurahan hati, solidaritas dan soliditas, serta introspeksi diri.
“Hal ini berpeluang menciptakan kedamaian, memperkokoh persatuan dan kesatuan. Mirip dengan budaya Tionghoa, dalam budaya Jawa, hakekat sifat ibu adalah mencerahkan jiwa, merekatkan persaudaraan, dan merekahkan harapan. Harapan kita sebagai bangsa, tentu agar penanda makrokosmos itu bisa dikonversi menjadi kaidah penuntun hidup dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa,” ujar Sri Sultan.
Sri Sultan pun menuturkan, harapan itu tidak hanya dimaknai sekedar pada ajaran kebaikan semata, tetapi hendaknya bisa dibunyikan menjadi ujaran kebaikan yang menyejukkan bagi sesama anak bangsa. Apalagi saat ini bangsa Indonesia sedang terlanda oleh hawa panas perpolitikan nasional yang bisa berpotensi menjadi disintegrasi sosial.
“Jika budaya adalah ciri suatu bangsa, dan ciri-cirinya diperoleh lewat proses belajar dan interaksi, maka proses itu adalah proses integratif dalam hidup yang penuh toleransi. Ini telah kita kukuhkan sejak Sumpah Pemuda. Kurun waktu 90 tahun lebih kiranya cukup untuk mengentalkan suatu identitas kemajemukan budaya, di mana identitas budaya Tionghoa menjadi salah satu unsur pembentuknya,” terangnya.
Dalam kapasitasnya sebagai Gubernur DIY maupun selaku pribadi, Sri Sultan pun mengucapkan selamat Tahun Baru Imlek tahun 2570 dan mendoakan agar semua pihak banyak rezeki.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Panitia PBTY XIV tahun 2019 Tri Kirana Muslidatun mengungkapkan, pada perayaan kali ini, PBTY 2019 digelar pada tanggal 13-19 Februari 2019. PBTY 2019 sendiri merupakan perhelatan seni kreativitas nusantara yang melambangkan kebersamaan di Yogyakarta yang guyub dan harmonis.
“Tidak hanya budaya Tionghoa saja yang akan mewarnai PBTY 2019, tapi juga budaya nusantara lainnya. Tujuan diselenggarakannya PBTY 2019 salah satunya ialah untuk meningkatkan citra kepariwisataan dan menjadikan Kota Yogyakarta menjadi tujuan wisata dengan pendekatan budaya,” imbuhnya.
Menurut Tri Kirana, gelaran PBTY 2019 sekaligus sebagai ajang edukasi budaya Tionghoa kepada masyarakat dan wisatawan. Dengan semangat keinginan melestarikan budaya Tionghoa dan budaya nusantara lainnya, PBTY 2019 dipenuhi beragam kegiatan budaya yang dapat saksikan masyarakat umum.
Beberapa rangkaian kegiatan dalam PBTY 2019 diantaranya, atraksi liong dan naga barongsai, wayang potehi yang digelar setiap hari pada sore hari, kompetisi bercerita Tionghoa, kompetisi desain batik peranakan, lomba puisi bahasa Mandarin, lomba tari kreasi baru, lomba Chinese paper cutting, lomba mendongeng bahasa mandarin, dan lain sebagainya. Selain itu, akan digelar pula karnaval dan kirab budaya pada tanggal 16 Februari 2019, dari Taman Parkir Abu Bakar Ali sampai Alun-Alun Utara.
Sementara itu, Ketua JCACC Harry Setio menyampaikan, PBTY sebagai event budaya kini telah menjadi salah satu event nasional terbesar. Ini dibuktikan dengan masuknya PBTY dalam calender event Kementerian Pariwisata.
“PBTY merupakan wadah kolaborasi insan seni budaya. Semoga seni budaya kita bisa terus berkembang dan semakin besar dan Yogyakarta bisa selalu menjadi kota toleran,” katanya. (WJ-003)