WARTA JOGJA | GUNUNGKIDUL – Pantai Watu Kodok mulai berbenah dalam pengelolaan pariwisata.Ini di buktikan dengan penataan pantai dengan mentertibkan gasebo dengan tidak berada persis di bibir pantai.
Setelah dinobatkan peringkat tiga lomba desa wisata,masyarakat Padukuhan Kelor kidul ,Desa Kemadang , Kecamatan Tanjungsari mulai berbenah dengan mendapat pembinaan dan sosialisasi dari Dinas Pariwisata Gunungkidul setelah nantinya akan maju lomba tingkat provinsi,Selasa (17/3/2020).
Melalui seksi bidang kelembagaan , Sujarwono,SH Dinas Pariwisata menghimbau setelah mendapatkan sertifikasi dan legalitas,pokdarwis (kelompok sadar wisata) punya peluang mengembangkan pengelolaan tempat wisata yang akan membawa kemajuan.
“Aspek yang ditunjukkan oleh pokdarwis disini sudah sesuai dengan persyaratan yang diperlukan untuk kelegalannya,tinggal memberikan arahan dan pembinaan agar masyarakat paham betul teknis di lapangan sebagai pelaku wisata”,jelas Sujarwono seusai menyampaikan materinya.
Dalam menanggapi arahan dari Dinas Pariwisata terkait persiapan maju ke tingkat propinsi,Sumarno selaku Ketua
Pokdarwis Pantai Watu Kodok menetima arahan dari pemerintah melalui Dinas Pariwisata ini.
“Kami antusias setelah dalam lomba antar desa wisata kemarin kami juara tiga,tetapi kami juga mempertimbangkan terkait dengan keterlibatan pemerintah ke depan seperti apa,jangan sampai kejadian beberapa waktu yang lalu akan terulang,dengan harapan kami diberi kewenangan penuh atas pengelolaan Pantai Watu Kodok ini”,papar Sumarno.
Menelisik ke belakang,Pantai Watu Kodok menjadi polemik dalam pengelolaannya beberapa tahun yang lalu.Pemerintah ditengarai mendampingi investor yang ingin mengelola pantai ini dengan menggelontorkan investasi sebesar 1,4 miliyar dalam jangka waktu 15 tahun.
Alih-alih untuk mengorbitkan Pantai Watu Kodok pada waktu itu,investor tersebut seakan membatasi aktivitas warga dalam pengelolaannya,sampai pada akhirnya muncul polemik antara masyarakat dan investor tersebut.Hingga pada akhirnya masyarakat meninjau ulang perjanjian antara investor dan masyarakat juga pemerintah hingga muncul gagasan dari masyarakat untuk mengelola pantai Watu Kodok secara madiri.
“Masyarakat dan pokdarwis disini bukan tipe rewel dan susah diatur,apabila kami tidak bebas melakukan aktivitas wisata di tempat kami sendiri kok dibatasi,mohon maaf kami tidak bisa,karena kami sudah gotong-royong membangun infrastruktur disini dengan swadaya selama ini,walaupun secara bertahap”,pungkas Sumarno.
Pemahaman terhadap pelaku pariwisata dalam hal ini masyarakat setempat harus benar-benar bisa dicerna,jangan sampai campur tangan pemerintah dalam hal ini malah nantinya timbul konflik sosial di kemudian hari.
WJ ( Wahyudi )