WARTA JOGJA | YOGYAKARTA – Ratusan atau tepatnya 698 hotel yang tersebar di seluruh Indonesia terpaksa menutup sementara operasionalnya karena dampak penyebaran virus corona (COVID-19). Bagaimana nasib para pegawai hotel tersebut?
“Jadi perusahaan menerapkan cuti di luar tanggungan perusahaan, unpaid leave, cuti yang tidak dibayarkan. Itu yang terjadi seperti itu karena perusahaan tidak punya dana cash yang cukup,” ungkap Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani Rabu (1/4/2020) seperti yang dikutip dari detikcom.
Menambahkan Hariyadi, Sekjen PHRI Maulana Yusran membeberkan penutupan hotel yang berdampak pada gaji karyawan itu sebagian besar terjadi di Bali, Jawa Barat, DKI Jakarta, Manado, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan sebagainya.
Ia meminta pemerintah terutama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memperhatikan betul fenomena ini. Sehingga, dapat mengetahui kebijakan apa yang diperlukan.
“Yang kita butuhkan itu sudah kita sampaikan berkali-kali, dan sudah kita presentasikan itu. Bahwa kita butuhnya kebijakan di dalam situ. Kita pariwisata adalah sektor yang paling terdampak dalam hal ini. Penurunan okupansi itu berlangsung begitu cepat, problem kita itu. Jadi kekuatan cash flow kita pun, yang tadinya ada bisa bertahan 3 bulan, tapi kan nggak semua juga bisa bertahan 3 bulan. Ada yang tidak bisa,” jelas Maulana.
Secara terpisah Ketua BPC PHRI Kabupaten Sleman, Joko Paromo menyebutkan di wilayahnya sudah ada sekitar 30 hotel yang memberlakukan unpaid leave sejak bulan Maret hingga Mei mendatang.
“Untuk di wilayah Sleman kurang lebih ada 30 hotel bintang dan non yang memberlakukan unpaid leave, bahkan ada yang tutup sementara,” kata Joko, Kamis (2/4/2020) ketika dihubungi melalui sambungan telepon.
Mengingat ini merupakan musibah global, para pengusaha hotel sambung Joko Paromon, saat ini membutuhkan saving biaya. “Semoga kedepan kondisi ini segera normal kembali, sehingga karyawan yang unpaid bisa dikaryakan lagi sesuai kebutuhan hotel,” tambahnya.
Joko Paromo, sendiri berharap pemerintah dapat memberikan pembebasan pajak hotel, listrik, telepon, dan air terhitung mulai bulan Maret hingga Juni 2020. “Karena penyumbang dana atau devisa pemerintah adalah dari sektor pariwisata, jadi kiranya pemerintah dapat mempertimbangkan nasib pariwisata dengan kondisi seperti ini,” pungkasnya. (WJ-003)