WARTA JOGJA Bantul, Berdurasi selama kurang lebih 30 menit, Teater Payung yang berdomisili di Wilayah Kapanewon Imogiri Kabupaten Bantul mampu menyampaikan serangkaian cerita penggalan kisah tentang Kejayaan Kerajaan Majapahit dengan baik.
Justru dengan komunikasi bahasa sederhana namun mampu mengungkapkan tata bahasa yang boleh dibilang APIK.
Mengungkap penggalan kisah Jaman Majapahit bahwa Perawan Kanggotan (nama gadis) yang diperankan oleh Dyah Wulandari
berdialog dengan kakaknya saudara laki-laki bernama Tunggul Wulung dipercayakan pemerannya kepada Agus Radia Setiawan
membicarakan bagaimana keadaan saat itu karena kedatangan orang asing yang kelak hendak menguasai Nusantara.
Sang Sutradara Toto Hartono berusaha maksimal mengungkap yang barangkali tak tertera di tulisan di daun lontar dan atau batu-batu prasasti. Atau bahkan sekedar ceritera dan dongeng dari mulut ke mulut. Meski demikian Toto Hartono mampu membiaskan dengan baik di area teater dan gelaran wayang tonil kekinian sangat komunikatif.
Kanggotan dan Tunggul Wulung tidak terima jika hal itu benar-benar terjadi. Kekayaan laut, alam dan sumber daya manusia harus dipertahankan hingga titik darah penghabisan. Hingga di ujung cerita disebutlah dengan satu sumpah tidak akan makan minum air kelapa sebelum bisa mempersatukan Nusantara dengan bagian-bagian kecil wilayah / kerajaan di bawahnya antara lain Sunda, Palembang, Bali, Cirebon, Poso dan yang lainnya.
Dialog Ki Dalang Wahana Simbah dengan pemeran Tunggul Wulung dan Kanggotan menceriterakan tentang Nusa Antara yang kaya dengan sumber daya alam hayati, kearipan lokal, etika, estetika, ekonomi, sosial, seni, budaya, Ketuhanan dan keagamaan dengan caranya saat itu. Semua itu menjadi sumber daya tak ternilai di mata dunia sehingga banyak orang atau pengasa negara (kerajaan) lain yang ingin menguasai Majapahit.
Satu lakon sederhana sarat misi dan makna yang dikemas apik oleh Toto Hartono. Pertunjukan yang ke 115 dari Sanggar Payung yang berdiri sejak tahun 1986. Malam itu, Rabu 8 September 2021 jam 20.00 WIB sampai dengan selesai (memakan waktu lebih kurang 30 menit) Bagaskara Majapahit digelar tertutup untuk umum di Kanjengan Kilen, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul difasilitasi oleh Dinas Kebudayaan Bantul.
Toto Hartono meminta maaf jika pergelaran ini tidak maksimal masih ada kekurangan dan atau kelemahan di beberapa anasir.
Responden yang sempat mengikuti proses persiapan hingga usai pertunjukan mengapresiasasi keseluruhan unsur yang mendukung pementasan kolaburasi teater dan wayang tonil kekinian.
Hanya ada 3 personil di atas panggung, Ki Dhalang Whana Simbah, Dyah Wulandari, Agus Radia Setian. Tetapi cukup mampu membuat hanyut penikmat seolah ikut tenggelam menerawang pada Jaman Majapahit yang diemplementasikan dengan komunikasi mereka sembari diiringi tabuhan gamelan dari pengrawit bagian kelompok Teater Payung yang komplit.
Betapa sebenarnya patriotisme sudah ada di jiwa-jiwa ksatria sejak jaman kerajaan.
Bagaskara Majapahit, pangejawantahan cahaya yang terbit dari semangat Tunggul Wulung dan Kanggotan yang merasa bertanggungjawab atas kejayaan negerinya.
Rept: Runtik