Penulis : Arsyandhi Isnanda
Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Negeri Yogyakarta semester 6.
WARTA-JOGJA.COM | YOGYAKARTA, Dapat kita rasakan bahwa perkembangan teknologi terjadi begitu cepat. Seluruh sektor kehidupan baik sektor ekonomi, pendidikan, dan industri, termasuk juga sektor transportasi juga berkembang begitu cepat. Hal tersebut bermula dari terjadinya revolusi industri pada abad ke-18 yang membawa dampak besar bagi bidang teknologi. Revolusi industri juga menyebabkan perubahan secara mendasar pada aktivitas manusia yang berdampak pula pada tekanan yang lebih besar pada lingkungan alam. Dalam perkembangannya awal tahun 1960an aspek lingkungan bukanlah isu yang menjadi perhatian publik. Hingga pada tahun 1980an krisis lingkungan mulai menjadi isu strategis oleh berbagai negara. Ini ditandai dengan kepedulian publik terhadap lingkungan khususnya terhadap sumberdaya dan keseimbangan ekologis seperti pemanasan global dan penipisan lapisan ozon. Salah satu isu lingkungan yang menjadi fokus utama adalah polusi udara dan perubahan atmosfer. Polusi tersebut terjadi akibat pembuangan material radioaktif yang meningkatkan kadar konsentrasi gas rumah kaca terutama peningkatan CO2.
Sejalan dengan hal tersebut maka PBB membuat program Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). SDGs ini merupakan agenda 2030 yang bertujuan untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial, menjaga kualitas lingkungan hidup, serta pembangunan yang inklusif dan terlaksananya tata kelola yang mampu untuk menjaga dan meningkatkan kualitas kehidupan yang berkelanjutan antar generasi (Bappeda.Jogjaprov.go.id, 2022. SDGs merupakan komitmen glonal yang mencakup 17 isu strategis (Bappenas, 2022). Isu tersebut adalah menghapus kemiskinan, menghapus kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi yang layak, energi bersih dan terjangkau, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, industri, inovasi, dan infrastruktur, berkurangnya kesenjangan, kota dan pemukiman yang berkelanjutan, konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, perubahan iklim, ekosistem laut, ekosistem darat, perdamaian, keadilam, dan kemitraan untuk mencapai tujuan. Dalam artikel ini membahas mengenai penggunaan mobil listrik di Indonesia sebagai alternatif atas isu energi bersih dan terjangkau serta penanganan perubahan iklim.
Berdasarkan data dari Kepolisian Indonesia, hingga tahun 2020 terdapat 15.7 juta mobil pribadi di Indonesia (BPS.go.id, 2020), tentu jumlah tersebut akan terus mengalami perubahan tiap tahunnya. Dapat dibayangkan berapa banyak gas emisi yang keluar dari hasil pembakaran bahan bakar di kendaraan tersebut. oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendukung pertumbuhan mobil listrik di Indonesia sebagai upaya implementasi SDGs. Beberapa kebijakan tersebut adalah Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 tentang percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020 tentang pemetaan pengembangan mobil listrik, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 tentang barang kena pajak yang tergolong mewah, dari berbagai kebijakan tersebut pemerintah mendukung secara penuh penggunaan mobil listrik di Indonesia. Bentuk dukungan yang tertuang dalam berbagai kebijakan tersebut antara lain memberikan insentif bagi pengguna mobil listrik, dan memberikan pajak 0% terhadap pajak pertambahan nilai barang mewah. Beberapa pemerintahan daerah juga mendorong masyarakatnya untuk menggunakan mobil listrik, seperti kebijakan Pemerintah DKI Jakarta mendorong penggunaan kendaraan listrik yang didukung dengan kebijakan bebas ganjil genap yang diatur pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2019, dan pajak BBN-KB sebesar 0% di Jakarta yang diatur pada Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2020.
Berbagai kebijakan sebagai bentuk dorongan penggunaan mobil listrik ini dirasa menjadi dilematis. Hal tersebut terjadi karena apakah tujuan utama penggunaan mobil listrik sebagai kendaraan yang ramah lingkungan dan tanpa polusi sebagai tujuan SDGs dalam isu energi bersih dan terjangkau serta penanganan perubahan iklim dapat terwujud di Indonesia?. Perlu diketahui bahwa mobil listrik yang digerakkan dengan motor listrik yang tenaganya bersumber dari baterai tersebut sebenarnya belum bisa dikatakan ramah lingkungan apabila dilihat penggunaanya di Indonesia. Mobil listrik menggunakan baterai yang dapat diisi ulang namun beberapa pertanyaan muncul seperti, baterai di mobil listrik akan diisi ulang dari tenaga apa dan bersumber dari apa?, Menjawab pertanyaan tersebut, tentu untuk mengisi ulang baterai mobil listrik perlu digunakan listrik. listrik yang digunakan bersumber dari rumah sang pemilik mobil, juga tersedia pada SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum). Namun perlu diketahui bahwa listrik yang mengalir kerumah-rumah dan SPKLU masih disuplai dari PLTU yang bahan bakarnya adalah batu bara. Dalam kasus ini Indonesia masih memiliki ketergantungan yang tinggi pada produksi listrik dari bahan bakar batu bara, sebesar 61% sumber listrik Indonesia berasal dari pembangkit listrik tenaga uap yang sumber bahan bakarnya adalah batu bara. (Endarwati 2021, idxchannel.com). Jadi untuk menjawab pertanyaan diatas maka apabila ditarik lurus, mobil listrik hanyalah sebagai sarana transportasi yang tidak menggunakan bahan bakar minyak (pengalihan bahan bakar minyak ke bahan bakar listrik). Listrik yang digunakan juga tetap menimbulkan polusi dan tidak ramah lingkungan. karena listrik yang digunakan untuk mengisi ulang mobil tersbut masih menggunakan pembakaran batu bara yang akan menghasilkan listrik dan di suplai kepada konsumi rumah tangga. Selain itu dari aktivitas pembakarn batu bara di PLTU, Indonesia menyumbang 3,5-4 persen total emisi dunia (Direktur IESR, Fabby Tumiwa. Dalam CNN Indonesia, 2018). Dapat disimpulkan bahwa terjadi dilematisasi penggunaan mobil listrik di Indonesia karena sumber dari listrik yang digunakan masih mengandalkan batu bara.
Referensi
Badan Pusat Statistik. (2020). Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis (Unit), 2018-2020. Diakses pada https://www.bps.go.id/indicator/17/57/1/jumlah-kendaraan-bermotor.html
Endarwati. (2021). 61 persen Sumber Listrik RI Berasal dari Pembangkit Batu Bara. Diakses pada https://www.idxchannel.com/economics/61-persen-sumber-listrik-ri-berasal-dari-pembangkit-batu-bara
Bappenas. (2022). Sekilas SDGs. Diakses pada https://sdgs.bappenas.go.id/sekilas-sdgs/
Bappeda Jogjaprov. (2022). SDGs Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Diakses pada http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/sdgs
CNN Indonesia. (2018). Gara-gara Batu bara, Indonesia Sumbang Suhu Bumi Kian Panas, Diakses pada https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20181009162717-199-336991/gara-gara-batu-bara-indonesia-sumbang-suhu-bumi-kian-panas
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 tentang Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pemetaan Pengembangan Mobil Listrik
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021 tentang Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pajak Daerah
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 88 Tahun 2019 Tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil Genap
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan.
( Red)