WARTA-JOGJA.COM | Wonosari- Gunungkidul-Berdirinya patung Sapi di Rest Area Sumbermulyo, Kalurahan Kepek, Kapanewon Wonosari, Gunungkidul ternyata memiliki sejarah luar biasa.
Sebelum kita kelupas sejarah berdirinya patung sapi ,pada hari ini Sabtu ,(07/10/2023) ada agenda pemasangan patung sapi berwarna hitam kecoklatan dengan posisi berdiri berdampingan dengan anak sapi (sebelumnya sudah pernah dipajang patung sapi berwarna putih sekarang di ganti patung sapi berwarna hitam kecoklatan).Terlihat mobil PDAM (Tirta Handayani berwarna putih) dengan membawa katrol untuk mengangkat patung sapi tersebut untuk ditempatkan disamping tulisan Patung Sapi dan patungnya menghadap ke jalan utama.
Mengenai sejarah patung sapi dijelaskan oleh Lurah kepek Bambang Setiawan menyampaikan,Bermula dari munculnya industri tahu tempe di wilayah kepek sejak tahun 1970, masyarakat yang awalnya gemar bertani dan beternak menyadari keberadaan banyaknya limbah dari tahu dan tempe ini sebagai pakan alternatif yang melimpah di wilayah kepek.
“Dari sinilah kemudian bermunculan jenis piaraan terutama hewan ternak sapi yang sangat cocok di beri makan ampas tahu dan kleci kulit kedelai sisa produksi tempe dan karena itu masyarakat setempat mempunyai ide perlunya Icon di Dusun Sumbermulyo yaitu ternak sapi”,jelas Lurah.
Dijelaskan lebih lanjut bahwa masyarakat mencoba memanfaatkan seluruh limbah dari produsen tahu tempe ini sebagai ketahanan pangan ternak, karena bagaimanapun wilayah kepek saat kemarau peternak kesulitan mendapat rumput.
Dari berbagai hewan ternak yang diminati masyarakt setempat adalah babi, kambing, dan sapi berbagai jenis.
Dari sinilah kemudian wilayah kepek dapat menyediakan hewan-hewan ternak yg disukai oleh pembeli dr berbagai kota.
Potensi yg ad diwilayah kepek ini tidak luput dari binaan Dinas terkait di gunungkidul, dari industri, pertanian, peternakan, dan lingkungan hidup selalu diberi bimbingan dari pemerintah setempat.
“Maka dari itu pada tahun 1980-1990 peternakan sapi di wilayah kepek selalu menjuari lomba penggemukan sapi tingkat nasional.
Karena dipandang gunungkidul adalah daerah tandus namun peternakan disini mampu menghasilkan hewan ternak yg sehat, berbobot, dengan hasil daging merah yg berkwalitas.
Untuk mengenang dan menjadikannya masyarakat lebih semangat beternak, para perajin tahu dan kelompok tani ternak di wilayah kepek sepakat membangun patung sapi sebagai ikon pecinta ternak sapi.karena dari berbagai jenis hewan peliharan yg ad di kepek yg dpt menopang ekonomi petani dn peternak saat it adalah sapi, demikian sedikit sejarah awalnya patung sapi yg berdiri pada tahun 1994”,penjelasan detail Lurah.
Agung selaku pelaku UMKM tahu juga menerangkan bahwa pemasangan patung sapi sudah sejak lama ,waktu lampau dengan patung sapi berwarna putih dan pada hari ini terlihat diganti dengan warna hitam kecoklatan.
Sejarahnya dari Padukuhan Sumbermulyo adalah bagian dari Kalurahan kepek yg paling tertinggal diantara dusun-dusun di Kalurahan Kepek dari berbagai aspek, namun etos kerja masyarakat Sumbermulyo ini sangatlah tinggi hampir dipastikan tidak ada yang suka mengganggur, maka dari itu munculah banyak usaha yang sifatnya sangat tradisional, karena bersifat tradisional dengan etos kerja yg tinggi maka dampak lingkungan tidak begitu diperhatikan.
Beberapa jenis usaha tradisional yg berkembang pesat yaitu perajin tahu dan tempe, kemudian berkembang ke peternakan (surplusampas padat) dan pertanian(surplus air limbah cair) dengan demikian kampung ini sangatlah kumuh dan berbau.
Beberapa lama kemudian perhatian pemerintah mengenai dampak lingkungan hidup makin gencar dengan di beri penyuluhan dan pelatihan penanganan limbah cair tersebut.
“Mengingat banyaknya usaha tahu tempe di kawasan ini pengolahan limbah di arahkan lebih ke sistem komunal,” jelas Agung.
Jumlah pabrik tahu tempe yg tergabung dalam pengolahan limbah komunal ini ada 17 anggota diketuai oleh Harno, dengan fasilitas degester dan ipal yg belum sepenuhnya memadai. Karena dari jumlah 17 perajin, usaha tahu saja berjumlah 14 aktif menghasilkan minimal 6000rb liter limbah cair per 1 pabrik tahu.
Dari situ kita bisa menganalisa bagaimana tingkat penanganan limbah yg masih begitu seadanya.
Dilakukan pendampingan pemerintah tidak ada hentinya membantu kelancaran usaha tradisional ini, yang telah nyata membangun 4 degester sebagai reaktor biogas dan 2ipal sbg penyaringan akhir limbah.
“Namun mengingat 17 perajin tahu dan tempe dengan 4 degester dan 2 ipal tentunya tdk mungkin pengolahan limbah bisa sempurna.
Karena sebenarnya 1 pabrik tahu seharusnya bisa bertanggung jawab atas limbahnya sendiri secara mandiri, jadi idealnya 1 pabrik 1 degester pengolahan, namun karena kondisi masing-masing pabrik blm tentu bisa menangani limbahnya sendiri maka paguyuban perajin tahu tempe harus berjuang bersama mengendalikan dampak limbah tersebut” imbuh Agung.
Dijelaskan lebih lanjut mengenai problem ini yang bisa kita cermati adalah yakni sesungguhnya kampung Sumbermulyo ini mempunyai potensi yg sangat besar dalam hal penghasil biogas, dan dari beberapa degester sdh dilakukan pemanfaatanya sbg pengganti gas lpg ke beberapa warga yg menyalurkannya.Dari beberapa data yg bisa kita baca adalah 1 degester minimal bisa dimanfaatkan warga sejauh 150 meter dari pusat degester biogas, untuk keperluan rata rata 10 tungku kompor biogas.untuk 1 degester.
Jadi dapat kita baca bahwa dalam 1 degester saja rata-rata mampu menghidupkan 10 tungku kompor berjarak 150m.maka tidak sulit jika 1 pabrik terbantu dengan 1 degester kampung tahu ini kedepan bisa menjadi Ladang biogas yg membawa kampung ini menjadi ‘MANDIRI ENERGI TERBARUKAN’.
(Red/Mawan).