
YOGYAKARTA || WARTA-JOGJA.COM – Walhi Yogyakarta menyoroti pihak Kraton yang telah melakukan penutupan pada akses Jalan Menuju Pantai Sanglen Gununung Kidul sejak 27 Juli 2024.
Menurut Walhi Yogyakarta bahwa, tindakan penutupan ini bukan hanya sebagai dalih penertiban namun berdasarkan keterangan dari Panitikismo.
Alasan pihak Kraton menutup akses tersebut, lantaran menganggap bahwa penutupan ini terkait dengan semakin menjamurnya bangunan liar di wilayah Pantai Sanglen.
Mengingat sebelumnya, sesuai dengan apa yang disepakatkan oleh Kraton dengan Investor, di sana akan dilakukan pengembangan Resort Obelix Beach.
Sementara terkait kabar bahwa sampai saat ini Pemkab Gunungkidul melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) mengaku belum mengetahui adanya proyek itu, ini kembali menjadi permasalahan yang buruk bagi perizinan di Yogyakarta.
“Contohnya saja pada rencana Beach Club Raffi Ahmad, pembangunan jalan dilakukan tanpa perizinan terlebih dahulu, padahal sudah terjadi perubahan bentang lahan karst. Begitu juga terjadi di kasus Pantai Sanglen, pembangunan dilakukan tanpa perizinan,” kata Deputi Direktur Walhi Yogyakarta, Dimas R.Perdana dalam keterangan tulis yang diterimanya, Rabu (7/8/2024).
Ia menilai, pembangunan dan pengembangan pariwisata ini hanya akan menguntungkan segelintir pihak saja, atau mengerucutnya mereka yang telah memiliki modal besar bahkan mengabaikan ekonomi komunitas lokal.
“Rencana pembangunan ini seakan menutup mata ketimpangan struktural yang di alami Masyarakat Gunung Kidul,” ujar Dimas.
Selain itu, ia menuturkan bahwa watak pengelolaan pariwisata berbasis industri sering kali tidak sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan masyarakat yang masih mengelola wisata berbasis komunitas dan tradisional.
“Karena itulah, sudah semestinya kondisi Social Resource yang sudah dibangun oleh masyarakat lokal semestinya harus dilindungi kalau bisa lebih diutamakan untuk dikembangkan,” tegasnya.
Kendati demikian, menurut Dimas Keraton harus fokus pada penguatan kapasitas warga lokal untuk mendorong ekonomi pariwisata yang lebih berkeadilan, sebagiamana Visi Misi Gubernur DIY dalam poin pertama Pancamulia, yaitu “Terwujudnya peningkatan kualitas hidup – kehidupan – penghidupan masyarakat yang berkeadilan dan berkeadaban, melalui peningkatan kemampuan dan peningkatan ketrampilan sumberdaya manusia Jogja yang berdaya saing”.
Disisi lain, ia juga meyayangkan rencana pengembangan Resort Obelix yang berpotensi akan kontraproduktif dengan visi gubernur tersebut. Hal ini karena pendekatan pada pengembangan pariwisatanya masih berwatak privatisasi.
“Dengan privatisasi seperti ini. ekonomi lokal yang sudah terbangun bisa-bisa perlahan hilang, dan ujungnya akan menimbulkan semakin meluasnya kerusakan ekologi disana,”katanya.
Untuk itu, WALHI Yogyakarta berpandangan, peran pengelolaan pariwisata oleh perusahaan seperti Obelix menurutnya perlu dikurangi.
“Dan dalam pengelolaan dan pengembangannya perlu mendahulukan bentuk-bentuk kelola wisata rakyat di atas tujuan industrialisasi wisata,” pintanya.
“Kemudian, akses pariwisata oleh masyarakat harus diperkuat dan difasilitasi, sehingga berdaya saing dalam menghadapi pariwisata besar,” lanjutnya.
Artinya, ia menekankan pihak Keraton seharusnya bisa memastikan keberlanjutan kehidupan masyarakat lokal, dan bukan justru menjadi korban dari ekspansi pariwisata yang kini sangat gencar di Yogyakarta.
“Kita harus beralih dari anggapan bahwa kesejahteraan dimulai dari kerjasama pemerintah dengan perusahaan. Justru, kesejahteraan dimulai saat pemerintah mau melakukan kerjasama langsung dengan masyarakat, tanpa perlu melalui perantara perusahaan”, pungkasnya.
(Red/Olivia Rianjani – Editor/Mawan)