
YOGYAKARTA || WARTA-JOGJA.COM – Civitas akademisi beserta sejumlah mahasiswa dari berbagai fakultas Universitas Gajah Mada (UGM) telah menggelar aksi pembakaran lilin di halaman Balairung tepatnya membelakangi pohon Godi pada Senin malam tanggal 26 Agustus Aksi ini sebagai simbol kedukaan akibat dari perbuatan sejumlah elit politik untuk mematikan demokrasi di Indonesia.
” Mendekati Pilkada demokrasi kita diacak-acak. Jadi aksi bakar lilin ini sebagai simbol kita berduka terhadap sejumlah elit politik yang berupaya mematikan demokrasi di Indonesia,” kata Koordinator Acara, Monica Ratna Tedora disela-sela aksi.
Pernyataanya sebagai sindiran terhadap putra-putranya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dianggap melanggar kode etik konstitusi untuk maju menjadi calon pemimpin. Mirisnya lagi, putra bungsunya yakni Kaesang Pangarep sebelumnya dirumorkan maju Cawagub Jakarta.
“Sebagaimana tahu kalau daftar calon itu ada prosedur yang panjang dan yang terpilih adalah orang-orang kredibilitas yang bagus,” jelasnya.
Adapun alasan terselenggara aksi tersebut didekat Pohon Bodhi yakni sebagai simbol pencerahan yang dengan harapan demokrasi Indonesia sesegara mungkin dapat pencerahaan atau tidak ternodai cara politik yang kotor.
Filosofinya, pohon tersebut diceritakan Sidharta Gautama yang dahulu kala bersemedi dan memperoleh pencerahan, hingga ia mengembuskan nafas terakhirnya.
“Dari pohon Godhi tersebut kalau kita tarik sejarah yakni dari penganut Budha yang melakukan pertapaan dan mendapatkan pencerahan yang sempurna. Jadi. UGM mengambil filosofinya dengan menamakan sebagai pohon pengetahuan atau pencerahan. Pohon ini juga ada di Fakultas Hukum tersebut,” terang Monica.
“Dan aksi lilin inilah kita lakukan ya untuk menerangi terhadap phhon pengetahuan dengan cahaya lilin ini yakni menerangi semangat kita untuk tiga hari aksi berturut-turut (27 – 29 Agustus. Tanggal 27 besok di sepanjang Malioboro titik kumpul di Parkir Abu Bakar Ali, hari kedua akan melaksanakan diskusi, dan ketiga menyambangi Kantor KPU,” terang Monica.
Saat ditanya rencana Presiden Jokowi akan menyambangi beberapa titik di wilayah Yogyakarta, apakah dirinya bersama rekan yang lain akan melakukan aksi dihadapan kepala negara tersebut, ia masih belum memastikan hal itu.
“Soal pas Jokowi kesini apakah kita ada aksi kesitu, itu nanti kita tunggu updatenya tapi sementara diskusi biasa,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, salah satu dosen Fakultas Hukum, Rikardo Simamarta mengatakan bahwa aksi ini menyatukan akal sehat. Pihaknya menilai, Indonesia saat ini masih dalam keadaan darurat.
“Karena itu enggak lagi identitas mahasiswa dan dosen karena sama-sama menggunakan alat yang sama yaitu akal yang sehat gitu,” katanya.
Pihaknya memastikan, para mahasiswa yang terjun langsung menyuarakan aksi ini tidak perlu takut tidak bisa mengikuti ujian atau bahkan kena teguran.
“Dan kami di Fakultas Hukum perlu mendukung supaya mahasiswa enggak takut kalau mereka terlibat ini tidak bisa ikut ujian atau kena teguran. Kita pastikan mereka tidak khawatir soal itu,” ucapnya.
Meski tekanan itu kemungkinan ada. Namun, pihaknya akan terus membersamai mereka. Dalam hal ini, ia menegaskan tidak ada tekanan dari para pimpinan fakultas.
“Tekanan itu mungkin ada ya tergantung dari sosok pimpinan di fakultas maupun rektorat. Mungkin seperti ada pimpinan yang enggak suka kalau kampus itu terlalu ribut atau enggak mau ambil risiko. Disini enggak ada sama sekali,” tandasnya.
Meski RUU Pilada telah dibatalkan, namun pihaknya bersama mahasiswa dan civitas yang lain tetap akan menyelenggarakan aksi dengan mengangkat isu lain yang dinilai merugikan masyarakat luas.
“Yang jelas aksi ini untuk mendorong pembatalan RUU Pilkada ya dan atas tekanan itu sejauh ini berhasil . Nah sekarang sudah berpikir juga untuk isu yang lain termasuk isu-isu lokal ditingkat Jogja, jadi untuk lanjutan aksi ini kemungkinan akan memperluas isu,” pungkasnya.
(Red/Olivia Rianjani – Redaktur/Mawan)