
YOGYAKARTA || WARTA-JOGJA.COM – Sektor wirausaha di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu pilar perekonomian di Yogyakarta sendiri maupun nasional.
Terbukti, di tengah terjangan krisis seperti Pandemi, UMKM lokal mampu berperan sebagai jalan keluar. Meski balik peran strategisnya, sektor kewirausahaan masih dihantui faktor penghambat baik dari internal maupun eksternal.
Untuk itu, Dompet Dhuafa bekerjasama dengan Trubus Bina Swadaya telah sukses menyelenggarakan serial Fokus Grup Diskusi (FGD) Budaya dan Pemberdayaan yang berlangsung di Grand Hotel Yogyakarta baru-baru ini.
Acara tersebut mengusung tema “Keswadayaan Lokal dan Etos Kewirausahaan”, yang dihadiri oleh GKR Mangkubumi selaku Penjaga Inti Kebudayaan Keraton Yogyakarta, Ahmad Juwaini (Ketua Pengurus Dompet Dhuafa), Otok S. Pamudji (Pengurus Bina Swadaya), Hasto Wardoyo (Kepala BKKBN), Muhammad Jazir (Dewan Syuro Jogokariyan), serta Mursida Rambe (BMT Beringharjo).
Mewakili Sri Sultan Hamengkubuwono X, GKR Mangkubumi mengatakan kekuatan dan daya tahan para wirausahawan lokal tidak terbantahkan lagi.
“Dari internal, tantangan yang dihadapi antara lain masih terbatasnya kemampuan SDM, terbatasnya pemasaran yang lebih fokus pada fungsi produksi namun lupa pada fungsi pemasaran, serta keterbatasan modal. Sedangkan dari eksternal berkaitan dengan unsur pembinaan dan pengembangan kewirausahaan yang terkadang masih gagap dalam meng-interpretasikan dan mengimplementasikan progam dan kebijakan,” kata GKR Mangkubumi saat memaparkan materinya dihadapan para tamu undangan dan awak media.
GKR Mangkubumi berharap, melalui FGD ini dapat merangkum praktik-praktik baik keswadayaan lokal dapat menjadi model.
“Selanjutnya, bisa diformulasikan dan diterapkan di berbagai tempat di Indonesia sehingga tercipta perbaikan taraf hidup masyarakat”, harapnya.
Ahmad Juwaini selaku keynote speaker menambahkan, Dompet Dhuafa yang membangun inisiatif Gerakan Kebudayaan ini bertujuan guna merevitalisasi budaya Indonesia serta memastikan ketahanannya terhadap pengaruh global dengan mendukung praktik hidup yang etis, komunal dan berkelanjutan.
“Dompet Dhuafa telah memiliki program-program yang mendorong keswadayaan lokal dan etos kewirausahaan. Misalnya, program sentra ternak DD Farm di Pundong-Bantul, Batik di Imogiri dan Aloe Vera di Gunung Kidul”, ungkap Ahmad Juwaini.
Sementara itu, Kepala BKKBN RI, Hasto Wardoyo mengatakan bonus demografi seharusnya diimbangi dengan penguatan keswadayaan lokal dan kewirausahaan untuk mengurangi angka kebergantungan (dependensi).
Hasto yang pernah dua kali menjabat sebagai Bupati Kulonprogo, juga menyatakan bahwa di beberapa daerah angka depedensi telah melebihi 50%.
“Artinya, setengah lebih populasi bergantung secara ekonomi pada orang-orang di sekitarnya. Wirausaha adalah pelajaran yang tidak ditemukan di sekolah, namun perlu terjun langsung ke lapangan untuk menggelutinya atau learning by doing”, jelasnya.
Dalam sesi kedua, Muhammadi Jazir dari Masjid Jogokariyan mengatakan, pihaknya akan terus mendorong keswadayaan ekonomi lokal sekaligus kewirausahaan mulai dari masjid di lingkungan rumahnya.
Lanjut Jazir mengaku, berbagai inisiatif kewirausahaan yang sudah dilakukan dengan tujuan akhir surplus keuntungannya dipergunakan untuk menolong para jamaah masjid.
Senada dengan Jazir, Mursida Rambe dari KSPPS BMT Beringharjo, juga berupaya membebaskan para pedagang pasar tradisional dari jeratan pinjaman rentenir.
“Budaya Jawa yang etis dan komunal membantu BMT-nya untuk membangun keswadayaan lokal dan melakukan pemberdayaan ekonomi”, tuturnya.
FGD ini juga ditanggapi oleh sejumlah pihak dari berbagai elemen kewirausahaan dan budaya, seperti Sugeng Handoko (Penggerak Desa Wisata Ngelanggeran), Wahyudi Anggoro Hadi (Kepala Desa Panggungharjo), Santi Zaidan (Penyiar Radio dan Pengusaha), Romo Dr. Kusmaryanto (UGM dan Sanata Dharma), Mahditia Paramita (Masterplan Desa), Bambang Purwanto (Sejarawan UGM), Andhika Mahardika (Pengusaha/Pendiri Agradaya), Rahmawati Husein (Muhammadiyah Disaster Management Center), dan para pemangku kepentingan lainnya.
(Red/Olivia Rianjani – Editor/Mawan)