
YOGYAKARTA || WARTA-JOGJA.COM – Setelah melakukan pengaduan ke Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogyakarta, salah satu orang tua (ibu) siswa inisial K didampingi kuasa hukumnya kembali melaporkan kasus dibully-nya yang terjadi lada anak kandung sendiri oleh dua teman kelas dari anaknya ke Komisi Perlindungan Anak dan Ibu Daerah Istimewa Yogyakarta (KPAID), pada Senin 14 Oktober 2024.
“Kita ini menindaklanjuti atas kasus perundungan yang terjadi di sekolah swasta Kota Jogja kemarin kita sudah mengirimkan surat pengaduan di Disdikpora. Dan dari Dispora pun kita sudah kirimkan surat tapi belum ada respon apa-apa. Jadi kami kesini kembali mengirimkan surat pengaduan ke KPAID. KPAID sudah terima dengan baik dan katanya akan diproses secepat mungkin,” kata Kuasa Hukum korban, Husni Al Amin usai melakukan audiensi tertutup di Kantor KPID Yogyakarta, Senin (14/10/2024).
Lanjut Husni juga mengatakan, pihaknya bersama tim dan orang tua korban pada tanggal 9 Oktober kemarin, sempat diundang untuk menghadiri pertemuan oleh sekolah untuk membahas kasus tersebut. Namun, dari hasil pertemuan itu tidak menghasilkan jalan keluar/solusi yang semestinya,
“Di tanggal 9 kemarin, kita diundang sekolahan untuk membicarakan ini tetapi justru hal tersebut tidak menemukan jalan keluar. Maka dari itu, upaya kita ini untuk terus menggiring kasus tersebut supaya ada efek jera bagi kepala sekolah dan wali kelas,” ujar Husni.
“Apalagi ternyata korbannya banyak enggak cuma satu saja. Kalau ini dibiarkan akan semakin membahayakan bagi siswa lainnya,” sambungnya,
Untuk itu, orang tua korban mendesak kepada Pemerintah dan pihak berwenang agar mengeluarkan kepala sekolah dan wali kelas tersebut.
Kuasa hukum korban lainnya, Muhammad Endri menambahkan, ia kembali memdesak baik Disdikpora Kota Yogyakarta maupun KPAID untuk mengambil langkah investigasi terhadap sekolah tersebut.
“Kami tetap meminta harus ada tindakan tegas kepada pihak berwenang untuk menangani hal tersebut termasuk harus ada investigasi juga dari dinas pendidikan. Kami selaku kuasa hukum menganggap bahwa sekolah Yayasan Kristen itu kan di tingkat dasar yang mana menggambarkan atau mendidik pendidikan moral dasar yang memang itu berkaitan langsung dengan Ketuhanan. Jadi, ketika terjadi peristiwa seperti itu sangat menyimpang sekali,” katanya.
Kendati demikian, karena tidak ada solusi dari pihak sekolah, mereka (kuasa hukum) dan orang tua korban mendesak kepada pihak berwenang untuk mengeluarkan kepala sekolah beserta wali kelas tersebut,
“Kami ingin dari Dinas Pendidikan maupun KPAID Yogyakarta untuk memberikan sanksi kepada kepala sekolah dan wali murid korban, karena itu cara atau solusi satu-satunya yang menurut kami terbaik,” anggapnya.
Diketahui sebelumnya, anak yang berinisial YK dari ibu inisial K tersebut dilakukan perundungan oleh dua orang anak siswa teman kelasnya yang berinisial N dan inisial B yang sama-sama duduk dibangku kelas 3 di sekolah dasar (SD) swasta Kota Yogyakarta.
Bahwa peristiwa perundungan atau bullying yang dilakukan sejak dari bangku kelas 1 (satu) SD, yang dimana kedua anak yang berinisial N dan B pernah menenggelamkan kepala dari YK di kolam renang yang berada di sekolah. Hal tersebut diketahui oleh orang tua korban atas cerita dari YK sendiri.
Perundungan masih berlanjut pada tanggal 28 Agustus 2024 tepatnya saat selesai kegiatan pramuka, yang mana N menendang kaki korban yang mengakibatkan kaki korban mengalami sakit, sehingga YK harus dirawat inap dirumah sakit Dr. SOETARTO (DKT) Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, D.I Yogyakarta selama 4 (empat) hari.
“Yang pertama mungkin ya saya sudah mengampuni, tapi ternyata ini terjadi kembali ini memang sudah tidak bisa diselesaikan dengan cara namanya. Jadi saya akan tetap lanjut sampai mendapat keadilan yakni hanya menginginkan kepala sekolah dan wali kelas segera keluar dari sekolah tersebut supaya anak-anak yang lain juga dapat belajar dengan nyaman,” ucap orang tua korban.
Atas tindakan yang dilakukan oleh N dan B terhadap YK menyebabkan korban merasa cemas, trauma, dan rasa takut yang berlebihan, sehingga sangat sulit untuk bersosialisasi dengan lingkungannya,
“Keadaan anak saya sekarang lebih suka sering emosional. Contohnya sekarang ini kalau saya pergi seperti ini pasti anak saya tanya mau pergi ke mana bu ? Saya jawab berbohing, oh mau cuman mau pergi ke ini kok, karena kalau saya bilang ke KPAI pasti dia marah,
Menurut pengakuan orang tua korban, korban sebelum menjadi korban bullying merupakan anak yang ceria dan pandai sosialisasi.
“Padahal biasanya dia anak ceria dan sosialisasinya bagus. Akan tetapi, sekarang ini kalau ketemu dengan orang banyak ini takut,” imbuh orang tua korban.
Lanjut ibu korban menyebut, karena kejadian tersebut ia mengajukan mengundurkan diri agar anaknya keluar dari sekolah tersebut. Dan hingga saat ini anaknya belum bisa bersekolah sekitar dua minggu yang lalu, ini memgingat kondisi psikisnya masih belum stabil.
Apalagi, beberapa waktu lalu saat korban ke psikolog didampingi orang tuanya, korban sering mengepalkan tangan seperti ingin menonjok kemudian menangis dan membentak.
“Sudah dua minggu anak saya sudah enggak sekolah.Kemarin kita sudah ertemu dengan psikolog, kemudian psikolog juga sudah menuliskan keterangan anak saya, saat berbicara dia sering mengepalkan tangan seperti Ingin menonjok, kemudian menangis bahkan seperti membentak, jadi emosinya memang belum stabi,” urai ibu korban.
Karena itulah, ia merehatkan sang anak untuk tidak ke psikolog dahulu. Cara lainnya untuk mencoba menghilangkan trauma anak kandungnya tersebut, ia kerap kali memgajak nonton dan jalan-jalan.
“Saya memang sekarang ini belum melanjutkan ke psikolog dulu karena ibaratnya kalau dia menceritakan sesuatu hal yang itu lagi, emosi dia tuh masih meledak-ledak dan saya takut kondisi psikisnya semakin memburuk. Gantinya ya saya ajak dia pergi aja dia main aja kayak nonton atau jalan-jalan, biar dia bisa lupakan itu sejenak,” katanya.
Terkait sanksi yang akan diberikan kepada kedua anak perundung tersebut, ibu korban memberikan saran untuk dilakukan pembelajaran secara daring kepada kedua anak itu.
“Sekolah harus bisa bertindak adil memberikan sanksi kepada kedua anak itu. Misalnya mungkin bisa belajar di rumah, kenapa tidak diambil sikap seperti itu ? itu ya istilahnya di diskors tapi masih bisa sekolah,” pinta ibu korban.
Jadi sekali lagi, aya sebagai orang tua korban hanya ingin adanya keadilan yaitu kepala sekolah dan wali kelas tersebut segera turun bahkan keluar dari jabatan, karena mereka benar-benar sudah nggak ada itikad baik untuk membenahiny, apalagi kejadian ini bukan kejadian yang pertama kalinya
Saat ditanya mengenai apakah akan ada pertemuan dengan kedua belah pihak (keluarga pelaku), mereka selaku kuasa hukum korban dan orang tua korban belum bisa memberikan jawaban akan hal itu.
“Belum ada rencana akan berkoordinasi dengan pihak lain, akan tetapi kami tetap menunggu hal tersebut baik dari dinas pendidikan maupun dari KPAI harus ada satu tindakan tegas yang kedua pihak berwenang ini,” ujar Kuasa Hukum korban.
Mereka akan terus mengawal kasus tersebut agar tidak terjadi korban-korban perundungan yang lain. Ini guna mewujudkan Indonesia Emas 2045 mendatang.
“Harapan kami kedepannya tidak hanya sekolah swasta ini. Tapi sekolah negeri harus betul-betul memperhatikan hak anak untuk tidak mengganggu sisi psikologisnya. Kalau perundungan ini terus berlanjut, maka, tentang Indonesia emas di 2045 itu tidak akan tercapai,” pungkas Kuasa Hukum.
(Red/Olivia Rianjani – Redaktur/Mawan)