
SLEMAN–DIY || WARTA-JOGJA.COM – Eksepsi dalam perkara Nomor : 323/Pid.B/2024/PN Smn atas nama terdakwa Heri Setiawan (terdakwa 3) terhadap surat dakwaan Nomor : Reg.Perkara PDM-65/Slm n/Eku.2/06/2024 Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Sleman diajukan oleh Tim Penasehat Hukum. Ia menyampaikan di hadapan persidangan Pengadilan Negeri Sleman didakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 187 ayat (1) KUHP jo Pasal 55, ayat (1) KUHP. Pasal 187 KUHP menyebutkan; “Barangsiapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam ; (1). dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang. Pasal 55 KUHP menyebutkan, (1). Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.
Terlampir dalam surat yang berisikan Surat Perintah Penangkapan yang bernomor Sp.Kap/54/RES.1.13/IV/2024/RESKRIM, tertanggal 20 April 2024 serta terlampir Surat Perintah Penahanan dengan Nomor : Sp-Han/126/IV/2024/Reskrim Tertanggal 21 April 2024, terdakwa ditahan selama 20 hari terhitung mulai tanggal 21 April 2024 s.d tanggal 10 Mei 2024 di Rutan Polresta Sleman. Adapun tertuang Surat Perpanjangan Penahanan dengan Nomor. B-189/M.4.11.3/Eku.1/05/2024 Tertanggal 07 Mei 2024. Penahanan paling lama selama 40 hari terhitung mulai tanggal 11 Mei 2024 sampai dengan tanggal 19 Juni 2024 di Rutan Polresta Sleman.
Didalam lampiran surat tersebut juga tertulis TIDAK ADA SURAT PERPANJANGAN PENAHANAN yang diterima oleh terdakwa atau keluarganya ataupun penasehat hukumnya sejak tanggal 19 Juni s/d 08 Juli 2024 (20 Hari). TIDAK ADA SURAT PERPANJANGAN PENAHANAN yang diterima oleh terdakwa/ keluarganya/ penasehat hukumnya Sejak 08 Juli 2024 s/d Sekarang.
Tim Penasehat Hukum Heri Setiawan yang merupakan terdakwa 3 bernama Armen Dedi, S.H., menyampaikan Majelis Hakim Yang Mulia telah memberikan kesempatan yang sama baik kepada Jaksa Penuntut Umum untuk menyusun dakwaannya, maupun kepada Terdakwa dan penasihat hukumnya juga telah diberi kesempatan yang sama yaitu untuk mangajukan Eksepsi (Nota Keberatan).
“Eksepsi ini kami sampaikan dengan pertimbangan bahwa ada hal-hal prinsip yang perlu kami sampaikan berkaitan demi tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan serta demi memastikan terpenuhinya keadilan yang menjadi hak asasi Terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP yaitu : “Dalam hal Terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan/ eksepsi bahwa Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan,” tegasnya.
Dijelaskan lebih lanjut maka setelah diberi kesempatan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.
“Pengajuan Eksepsi yang kami buat ini, sama sekali tidak mengurangi rasa hormat kami kepada Jaksa Penuntut Umum yang sedang melaksanakan fungsi dan juga tugasnya, serta juga pengajuan Eksepsi ini tidak semata-mata mencari kesalahan dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum ataupun menyanggah secara apriori dari materi ataupun formal dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penutut Umum. Namun ada hal yang sangat fundamental untuk dapat dilaksankannya Undang- Undang RI nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai pedoman Kita bersama sebagai Penegak Hukum,” ungkapnya.
Demi tegaknya keadilan sebagaimana semboyan yang selalu kita junjung bersama selaku penegak hukum yakni Fiat Justitia Ruat Caelum. Pengajuan Eksepsi ini bukan untuk memperlambat jalannya proses peradilan ini, namun sebagaimana disebutkan diatas bahwa pengajuan dari Eksepsi ini mempunyai makna serta tujuan sebagai penyeimbang dari Surat Dakwaan yang disusun dan dibacakan dalam sidang.
“Kami selaku penasihat hukum Terdakwa percaya bahwa Majelis Hakim Yang Mulia akan mempertimbangkan dan mencermati segala masalah hukum tersebut, sehingga dalam keberatan ini kami mencoba untuk menggungah hati Nurani Majelis Majelis Hakim Yang Mulia agar tidak semata-mata melihat permasalahan ini dari aspek yuridis atau hukum positif yang ada semata, namun juga menekankan pada nilai-nilai keadilan yang hidup didalam masyarakat yang tentunya berasaskan presumption of innocence atau praduga tak bersalah beserta due process of law, yang mengandung jaminan hak atas kemerdekaan dari terdakwa segala tindakan harus didasarkan atas peraturan perundang- undangan yang sah dan tertulis (yang dirumuskan Adil),” tambahnya.
Sebelum melangkah pada proses yang lebih jauh lagi, perkenankan kami selaku kuasa hukum untuk memberikan suatu adagium yang mungkin bisa dijadikan salah satu pertimbangan Majelis Hakim Yang Mulia yaitu : “dakwaan merupakan unsur penting dalam hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu hakim akan memeriksa surat itu“ (Prof. Andi Hamzah, S.H).
Dalam hal ini maka Penuntut Umum selaku penyusun Surat Dakwaan harus mengetahui dan memahami benar kronologi peristiwa yang menjadi fakta dakwaan, apakah sudah cukup berdasar untuk dapat dilanjutkan ke tahap pengadilan ataukah fakta tersebut tidak seharusnya diteruskan karena memang secara materiil bukan merupakan tindak pidana.
Salah satu fungsi hukum adalah menjamin agar tugas negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat bisa terlaksana dengan baik dan mewujudkan keadilan yang seadiladilnya dan hukum menjadi panglima untuk mewujudkan sebuah kebenaran dan keadilan. Melalui uraian ini kami mengajak Majelis Hakim Yang Mulia dan Jaksa Penunutut Umum Yang Terhormat untuk bisa melihat permasalahan secara komprehensif dan tidak terburu-buru serta bijak, agar dapat sepenuhnya menilai ulang saudara Heri Setiawan sebagai Terdakwa 3 dalam perkara ini dan kami selaku penasehat hukum juga memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia yang memeriksa perkara ini untuk memberikan keadilan hukum yang seadil-adilnya.
“Dengan ini kami menyampaikan keberatan terhadap surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, bahwa berdasarkan Surat Dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum yang tertanggal 3 Juli 2024, bahwa disaat sidang pertama hari kamis tanggal 11 Juli 2024 setelah dibuka oleh Hakim Ketua Majelis menanyakan kepada terdakwa, apakah sudah menerima surat dakwaan?”,
Sementara itu terdakwa belum menerima, dan hakim meminta penjelasan kepada terdakwa dan Penasehat Hukumnya, dikarenakan terdakwa belum menerima surat dakwaan maka sidang di tunda.
Dari fakta tersebut diatas hakim memerintahkan kepada JPU untuk menyerahkan/ memberikan surat dakwaan kepada terdakwa/ penasehat hukumnya. Persidangan yang terbuka untuk umum ditutup lalu kami meminta surat dakwaan JPU.
Maka menurut hemat kami ada beberapa hal yang perlu ditanggapi secara seksama mengingat di dalam Surat Dakwaan tersebut terdapat ketidakjelasan yang menyebabkan kami mengajukan keberatan. Berdasarkan uraian di atas kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa ingin mengajukan keberatan terhadap Surat Dakwaan yang telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan alasan sebagai berikut;
1. Terdakwa tidak didampingi Penasehat Hukum. Dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan aturan-aturan yang mengatur bagaimana prosedur pemeriksaan seorang yang disangka/didakwa melakukan tindak pidana hingga ia diputus atau divonis pengadilan. Didalamnya juga mengatur hak-hak tersangka terdakwa yang wajib dihormati, dan dipenuhi oleh aparat penegak hukum yang memeriksa agar pemeriksaan terhadap tersangka/terdakwa berjalan secara adil dan berimbang. Dalam konteks hak atas bantuan hukum, KUHAP menjamin hak tersangka atau terdakwa untuk didampingi penasihat hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 114 jo Pasal 56 ayat (1) KUHAP.
Pasal 114 KUHAP menyatakan : “Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP”. Pasal 56 ayat (1) KUHAP menyatakan : “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka”.
Melihat bunyi pasal di atas, kita tahu bahwa hak didampingi penasihat hukum itu wajib, ditambah lagi dalam hal ini klien kami Heri Setiawan terdakwa 3 diancam pidana 12 tahun pidana penjara maka wajib didampingi penasihat hukum. Serta didampingi penasihat hukum merupakan perwujudan dari prinsip-prinsip HAM, meskipun kemerdekaann dibatasi, mereka tetap memiliki hak yang melekat pada diri mereka yang harus dipenuhi dan merupakan persamaan kedudukan di mata hukum. Penyidik atau pejabat yang memeriksa wajib memberitahukan hak tersangka dan menunjuk penasihat hukum baginya agar ia didampingi ketika diperiksa sesuai Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Seperti disebutkan di atas, Pasal 114 Jo Pasal 56 ayat (1) KUHAP sudah menegaskan bahwa bantuan hukum itu wajib disediakan (dengan menunjuk Penasihat Hukum) oleh pejabat yang memeriksa di setiap tingkat pemeriksaan. Lantas, apa konsekuensi hukum jika hal itu tidak dilakukan oleh pejabat yang memeriksa? Jawabannya, berita acara pemeriksaan, dakwaan atau tuntutan dari penuntut umum adalah tidak sah sehingga batal demi hukum. Bahwa salah satu alasan diajukannya Eksepsi ini, selain didasarkan pada hak Terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP, juga terdapatnya penyimpangan dalam pelaksanaan KUHAP, dimana Terdakwa 3 HeriSetiawan, didalam proses penyidikan tidak didampingi oleh Penasihat Hukum. Dan hal ini sangat bertentangan dengan Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Seorang Tersangka dihadapan penyidik Polisi membuat surat pernyataan yang intinya tidak bersedia didampingi penasihat hukum (advokat) adalah bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun juga.
2. Mengenai Penahanan sesui Pasal 21 KUHAP yang berbunyi :
(1) Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
(2) Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.
(3) Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya.
(4) Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pembenian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal pertama tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; Pasal 59 KUHAP yang berbunyi: Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya.
Melanggar Pasal 21 KUHAP angka 2 dan angka 3 dikarenakan TIDAK ADA SURAT PERPANJANGAN PENAHANAN Sejak tanggal 19 Juni s/d 08 Juli 2024 (20 Hari) dan TIDAK ADA SURAT PERPANJANGAN PENAHANAN Sejak 08 Juli 2024 sampai dengan sekarang, dan tidak ada pemberitahuan, Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya, serta dalam surat dakwaan No REG.PERKARA PDM65/Slm n/Eku.2/06/2024 bagian angka II Penahanan point terakhir hanya menyebutkan
“oleh Penuntut umum masing-masing sejak tanggal 19 Juni 2024 sampai dengan 08 Juli 2024”. penahanan sejak tanggal 08 Juli 2024 tidak jelas, sehingganya dalam hal ini kami meminta untuk klien kami Heri Setiawan terdakwa 3 dilepaskan, dikeluarkan atau dibebaskan dari tahanan.
“Intinya kita akan terus malakukan pendampingan dikarenakan terdakwa sebelum persidangan tidak diberikan surat dakwaan, ini cacat hukum eksepsi prosesual dan eksepsi hukum material terkait penundaan. Dan lagi terkait Surat Dakwaan tidak cermat, tidak jelas bahkan tidak lengkap (Obscuur Libel),” tutupnya.
Penasehat Hukum ; Armen Dedi, S.H bersama Tri Pomo M. Yusuf, S.H., dan Pranaldo Gunawan, S.H.
(Penulis/Ersad – Editor/Mawan)