
WARTA-JOGJA.COM, YOGYAKARTA – Jalan menuju kesuksesan tak selalu lurus. Bagi Dhiva Angger Sakhena, mahasiswa asal Sukorejo, Tugu, Trenggalek, perjuangan menembus bangku kuliah justru dimulai dari kegagalan. Setelah tidak lolos seleksi perguruan tinggi pada percobaan pertama, Dhiva memutuskan mengambil gap year selama satu tahun, masa yang kemudian menjadi titik balik hidupnya.
Alih-alih larut dalam kekecewaan, Dhiva justru memanfaatkan waktu itu untuk mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak di desanya.
“Saya ingin tetap bermanfaat, meski belum kuliah. Mengajar membuat saya belajar tentang tanggung jawab sosial,” ujar Dhiva saat ditemui usai prosesi wisuda di Auditorium Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Oktober 2025 lalu.
Setahun kemudian, tekadnya terbayar. Ia berhasil diterima di Program Studi Administrasi Publik FISIP UNY melalui jalur SBMPTN. Masuk kampus bukan sebagai mahasiswa baru biasa, Dhiva datang dengan semangat kemandirian dan kepercayaan diri yang matang.
“Saya selalu percaya diri saya lebih kompeten daripada rintangan yang saya hadapi,” ucapnya tegas.
Keyakinan itu terbukti ketika ia aktif dalam berbagai kegiatan akademik dan organisasi. Di English Debating Society UNY, Dhiva tak hanya menjadi anggota aktif, tetapi juga dipercaya sebagai presiden. Ia pun terlibat sebagai Administrator di Jogja Debating Forum, komunitas debat terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari ruang latihan di kampus, langkahnya menembus panggung internasional dimana menjadi delegasi World Universities Debating Championship (WUDC) 2022.
Meski prestasinya cemerlang, Dhiva mengakui perjalanan itu tidak mudah. Minimnya dukungan di awal sempat membuatnya goyah. Namun, ia memilih bertahan.
“Dukungan terbaik adalah percaya pada diri sendiri bahwa saya bisa,” tuturnya.
Selaim itu, lingkungan kampus yang suportif, menurutnya, turut berperan besar. Ia berterima kasih pada dosen dan teman-teman yang selalu memberi ruang untuk berkembang.
“UNY memberi banyak peluang bagi mahasiswa untuk berkompetisi dan berkolaborasi. Itu yang membuat saya tumbuh,” ujarnya.
Bagi Dhiva, belajar bukan sekadar kewajiban akademik.
“Kalau sudah suka belajar, kegiatan sederhana pun bisa jadi hal yang informatif dan analitis. Bahkan dari membaca meme pun saya bisa belajar banyak hal,” katanya sambil tertawa.
Kini, Dhiva menutup masa studinya dengan gemilang. Ia dinobatkan sebagai lulusan dengan IPK tertinggi jenjang sarjana, yakni 3,97, pada wisuda periode Oktober 2025. Sebuah pencapaian yang menjadi puncak dari dedikasi dan kerja keras yang ia bangun sejak awal.
Setelah wisuda, alumni SMA Negeri 1 Tenggarong, Kalimantan Timur, itu berencana untuk bekerja terlebih dahulu sebelum melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.
“Selama ada kesempatan, lakukan hal positif apa pun yang kalian inginkan. Jangan batasi diri. Berdedikasilah, agar hasilnya tak pernah membuat kita menyesal,” pungkas Dhiva.

🔶️ PIMPRED & REDAKTUR: MAWAN

                        

