
YOGYAKARTA,DIY || WARTA-JOGJA.COM – – Setelah Pemda DIY berkoordinasi Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X berpesan proses pembongkaran area Tempat Khusus Parkir (TKP) Abu Bakar Ali (ABA) yang akan difungsikan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) tidak boleh mengorbankan nasib rakyat, khususnya para juru parkir atau jukir.
Pemda DIY maupun Pemkot Yogyakarta sampai saat ini masih menyiapkan lokasi parkir sementara sambil mematangkan solusi jangka panjang. Penutupannya diundur karena kontrak sewa pengelolaan asetnya perpanjangan sampai 28 April 2025.
“Pak Wali dan sebagainya kan sudah koordinasi. Misalnya di TKP Abu Bakar Ali itu ada 100 juru parkir, maka akan hilang. Yang penting itu mereka tidak ditelantarkan sehingga bisa beralih di parkir Mandala Krida (sementara), Terminal Giwangan dan sebagainya,” ujar Sri Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Selasa 15 April 2025.
Menurut Ngarsa Dalem, beberapa lokasi sudah disiapkan untuk merelokasi parkir beserta juru parkirnya baik lokasi yang bersifat permanen dan hanya bersifat sementara. Tempat relokasi permanen yang tengah disiapkan yaitu Terminal Giwangan dan tempat parkir Ketandan. Sedangkan lokasi parkir sementara di Stadion Mandala Krida.
“Kita buka parkir juga di stadion Mandala Krida, itu bukan permanen, tapi Yang penting diopeni jangan ditelantarkan. Itu orang Yogya juga, mereka butuh makan, sekeluarga jangan ditelantarkan. Jika dipindahkan di Ketandan, orang berapa yang harus pindah di sana. Tapi itu permanen, kan gitu. Nanti yang di terminal Giwangan, kalau sudah dibuka itu permanen, jadi berapa,” ujar Sultan.
Terkait nasib para pedagang, Sri Sultan mengaku tidak mengetahui asal-usul adanya pedagang di TKP ABA. Lantaran sejak awal tempat parkir ABA dikhususkan sebagai lokasi parkir. Adanya pedagang di tempat parkir ABA ini justru dipertanyakan, apalagi jika mereka juga meminta difasilitasi di lahan baru.
“Yang suruh siapa? Saya nggak tahu, karena itu di maintenance sama Pemkot. Ya nanti kita cari pemecahan, tapi kita harus bicara sama Pemkot. Jika modelnya seperti ini tidak akan pernah selesai semua. Tempat parkir tapi dimasuki pedagang. Akhirnya kan tidak bertanggung jawab, tapi saya yang disuruh tanggung jawab,” imbuhnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DIY Wiyos Santoso menyampaikan diharapkan bangunan ABA dapat dibongkar dan dipindahkan ke lokasi permanen di Parkir Ketandan pada 29 April 2025 nantinya.
“Bangunan yg di Ketandan nanti sifatnya permanen, bukan sementara. Perpindahan dimulai tanggal 29 karena sewa selesai tanggal 28,” ujarnya.
Dengan demikian, sesuai arahan Gubernur DIY kepada Wali Kota Yogyakarta untuk di selesaikan bersama dengan Pemda DIY. Pemkot Yogyakarta kini mempersiapkan alternatif relokasi pedagang ABA yang berlokasi di Babadan/Batikan dengan kapasitas daya tampung pedagang sebanyak 168 kios.
“Rencananya para pedagang setelah pindah ke lokasi tersebut di kurasi Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta agar di tempatkan sesuai dengan jenis dagangannya. Kurasi pedagang yang ada di ABA baru sempat dilakukan hari ini supaya data seluruh pedagang yang ada di sana lengkap. Kurasi ini akan lebih memudahkan dalam menempatkan lokasi pedagang sesuai jenis dagangan,” jelasnya.
Adapun terkait juru parkir, Wiyos menyampaikan Dishub Kota Yogyakarta pun tengah melakukan proses identifikasi lokasi parkir baik yang di badan jalan atau di lokasi khusus parkir yang dapat di gunakan untuk menampung jukir ABA.
“Jika kurasi pedagang maupun jukir selesai dilakukan maka ada lokasi alternatif relokasi. Diharapkan bangunan ABA dapat dibongkar dan dipindahkan ke lokasi sementara di Parkir Ketandan pada 28 April 2025 nantinya,” jelas Wiyos.
Hasto : Kami Petakan Empat Titik Parkir Sementara
Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo berkomitmen mengikuti arahan Gubernur DIY terkait rencana relokasi juru parkir dan penataan kawasan TKP ABA. Pihaknya tengah memetakan dan menyiapkan empat titik strategis yang akan dijadikan kantong parkir sementara.
“Saya mengikuti apa yang menjadi arahan Ngarsa Dalem supaya kita itu empati, terus betul-betul mengurus orang-orang yang akan direlokasi. Kami memulai menyiapkan tempat-tempat yang sebelumnya mungkin tidak produktif, akan kami ubah menjadi produktif. Contohnya Terminal Giwangan, itu kan selama ini lahan tidur,” ujar Hasto.
Hasto menambahkan, Pemkot Yogyakarta melihat potensi di lokasi lain untuk dimanfaatkan, seperti di kawasan Pasar Satwa dan Tanaman Hias Kota Yogyakarta (PASTY) sebelah barat dan ruko-ruko kosong di Terminal Giwangan yang kondisinya masih bagus.
“Dalam penataan ini, Pemkot tidak hanya fokus pada urusan parkir, tetapi juga ingin menciptakan kawasan terpadu yang strategis serta membuka lapangan pekerjaan baru,” ucap Hasto.
Disinggung soal penataan pedagang, Hasto mengungkapkan hal tersebut berada di bawah koordinasi Pemda DIY, namun Pemkot tetap akan memberikan dukungan.
“Sedangkan terkait pemanfaatan lahan setelah relokasi parkir ABA, pihaknya masih menunggu arahan lebih lanjut karena kepemilikan tanah bukan berada di bawah kewenangan Pemkot Yogyakarta,” pungkas Hasto.
Ratusan Pedagang dan Jukir ABA Bersatu Tolak Penggusuran
Diketahui sebelumnya, pada Jumat 11 April 2025, ratusan pedagang hingga juru parkir ABA berkumpul dilokasi tersebut pada malam hari. Ini dilakukan untuk menyampaikan aspirasinya perihal nasib mereka jika ABA akan digusur.
Ditemui langsung awak media dilokasi, Pengelola TKP ABA Yogyakarta, Doni Rulianto mengatakan, ia sempat beraudiensi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) DIY dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) DIY pada 10 April 2025 lalu.
Dalam audiensi itu, kata Doni, selama masa transisi, para pedagang akan dipindahkan ke Pasar Batikan, sembari menunggu Pemda menemukan tempat pengganti. Sementara jukir dan petugas kebersihan akan dipecah penempatannya, yakni salah satunya, ditempatkan di parkir Tepi Jalan Umum (TJU).
Doni juga mengaku selama ini, pihaknya belum mendapatkan sosialisasi secara resmi dari pemerintah tentang rencana pembongkaran TKP ABA, kecuali hanya mendengar dari pemberitaan di media dan audiensi dengan Dishub DIY dan Walikota Yogyakarta sehingga kabar tesebut cukup mengagetkan warganya.
“Tapi kami malah belum mengetahui secara pasti lokasi pemindahannya. Padahal, pada tanggal 13 April 2025, masa kontrak mereka sudah habis,” ujarnya kepada wartawan.
TKP ABA terdapat 230 pedagang, 162 jukir, dan 30 petugas keamanan. Adapun bus yang parkir di TKP tersebut rata-rata per hari mencapai 100 unit dengan jumlah penumpang tak kurang dari 4 ribu wisatawan.
Disisi lain, Doni tetap mendukung adanya penataan, dengan catatan Pemda DIY menemukan tempat rekolasi yang layak terlebih dahulu.
“Semoga para pejabat bisa mendengarkan nasib kami, masyarakat yang ada di Abu Bakar Ali ini, karena jumlahnya ratusan kepala rumah tangga, yang di rumah juga mempunyai keluarga yang harus dinafkahi,” pintanya.
Dukungan Pedagang Eks Teras Malioboro
Tak hanya jukir dan pedagang ABA yang terlihat pada malam itu, sejumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) dari eks Teras Malioboro (TM) 2 dan tukang becak juga terlihat hadir memberikan dukungan kepada sesama pelaku ekonomi di TKP ABA.
Mewakili rekannya pedagang Teras Malioboro, Supriyati mengaku, ia sengaja datang untuk memberikan dukungan kepada para pelaku ekonomi di TKP ABA karena melihat sikap yang diambil pemerintah sama seperti ketika pemindahan PKL di Teras Malioboro.
“Saya melihat bahwa pemerintah hampir selalu melakukan upaya pecah-belah dan mengadu-domba untuk melemahkan perjuangan para pedagang. Mereka seperti saling lempar tanggung-jawab, dan tidak ada kejelasan tempat untuk relokasi ke depan akan seperti apa,” ucap Supriyati.
Supriyati tetap mendukung para pedagang serta jukir ABA, mengingat dari sanalah mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti halnya dirinya yang mengais rezeki sebagai pedagang Teras Malioboro.
“Kami akan terus bersama mereka yang terdampak revitalisasi Sumbu Filosofi. Jangan sampai nasibnya sama seperti kami, hanya untuk mengejar predikat di warisan budaya dunia dari Unesco saja, tapi melupakan esensi ekonomi rakyat,” ujarnya.
“Mereka selalu hanya mengutamakan beautifikasi, predikat, tetapi tidak memikirkan dampak ekonominya bagi rakyat,” sesalnya.

REDAKTUR MAWAN