
Ditengah-tengah aksi, perwakilan DPRD DIY Ketua Komisi A, Eko Suwanto menemui massa secara langsung ( foto Olivia Rianjani, Kamis (20/3/2025)
YOGYAKARTA, WARTA-JOGJA.COM – Ratusan massa mengatasnamakan Jogja Memanggil menggelar aksi tolak UU TNI di depan Kantor DPRD DIY pada Kamis (20/03/2025). Mereka menuntut kepada DPR RI melalui DPRD DIY mencabut UU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang baru saja disahkan di sidang paripurna hari ini.
Berdasarkan pantauan di lapangan, puluhan massa aksi nampak kompak mengenakan pakaian warna hitam sambil membawa poster tuntutan. Mereka tiba terlambat dijam ketentuan yang semula pukul 08.00 namun tiba sekitar pukul 11.00 WIB.
Sebelum mulai orasi, massa mengibarkan bendera Merah Putih. Menurut mereka, ini sebagai tanda matinya demokrasi lantaran suara rakyat tidak didengarkan.
Salah satu massa dari UPN mengatakan masuknya militer ke ranah sipil dapat menumbuhkan trauma kolektif bagi kaum perempuan. Hal tersebut kata dia tercermin lewat organisasi Gerakan Wanita Indonesia yang ditumpas oleh TNI. Selain itu, meninggalnya buruh perempuan Marsinah juga melibatkan militer.
“Kita mau belajar dari masa lalu banyak peristiwa-peristiwa berdarah. Tapi hari ini, Prabowo beserta antek-anteknga mencoba menarik kembali ke masa yang telah itu teman-teman. Maka, hanya satu kata “lawan,”
“Kita tidak bisa membayangkan nantinya ketika kita orasi nanti ditodong senjatanya. Hari ini kita lihat mereka berjabat-jabat dan menggunakan seragam yang dibayar oleh keringat kita,” ucap massa perwakilan UPNV Yogyakarta, Kamis (20/03/2025).
Juru Bicara Jogja Memanggil, Marsinah mempertanyakan prioritas anggota DPR dalam mengesahkan UU. Menurut dia, ada aturan lain yang perlu segera dibahas,
“Kami melihat situasi hari ini mengarah ke situasi zaman kekuasaan Soeharto yangmiliteristik karena adanya dwifungsi ABRI/TNI. Dengan sesukanya, mereka melakukanpembunuhan dan pemenjaraan massal pada rakyat tanpa pengadilan; sebut saja kasus Tanjung Priok hingga Santa Cruz . Selain krisis sosial, gara-gara pemerintahan otoriter itu kitamengalami krisis moneter tahun 1998,” tutur Marsinah.
Marsinah menilai bahwa RUU TNI–yang dibahas secara diam-diam di hotel mewah Jakarta tidak memiliki naskah akademik yang komprehensif, tidak menjadi Prolegnas DPR 2025, tidak ada dalam RPJMN2025-2029, hingga tidak adanya partisipasi publik.
“Ini membuktikan bahwa perumusan RUUTNI ini cacat prosedural. RUU ini prematur, serampangan, dan sarat konflik kepentingan didalamnya sehingga amat layak untuk digagalkan,” tegas Marsinah.
Marsinah memberikan contoh kasus pada 2023 terhadap Kepala Basarnas yang merupakan perwira aktif militer melakukan korupsi senilai Rp 88,3 miliar untuk alat pendeteksi reruntuhan. Kasus yang seharusnya berada di bawah kewenangan peradilan sipil karena merupakan sektor layanan publik tersebut malah diadili dengan peradilan militer yang eksklusif.
“Malahan KPK meminta maaf terhadap militer atas penetapan tersangka pada perwira aktif. Dengan ini, arah perjuangan rakyat sudah jelas yakni gagalkan Revisi UU TNI dan makzulkan Prabowo-Gibran sebagai biang kerok atas segala persoalan yang terjadi belakangan ini!,” tegasnya.
Ditengah-tengah aksi, massa menyerukan perwakilan DPRD DIY untuk menemui massa. Beberapa saat kemudian, Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto menemui massa secara langsung.
“Saya bertanggung jawabkan secara politik maupun secara hukum, ya.. kita bersama-sama berjuang untuk tidak terjadinya dwifungsi atau multifungsi,” ucap Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto dihadapan massa aksi.
Politisi PDIP tersebut mengaku akan meneruskan aspirasi massa ke DPR RI untuk membatalkan UU TNI yang baru disahkan. Hal ini dibuktikannya dengan menandatangani press release tuntutan.
“Aspirasi dari kawan-kawan kita akan teruskan ke pemerintah pusat dan ke DPR RI. Sekarang juga boleh. (Misal) kalau hari ini kawan-kawan bikin surat, saya akan teruskan langsung dan saya ikut tanda tangan,” ujar Eko.
“(Sekali lagi) upaya untuk pembatalan RUU yang sudah disahkan tadi pagi, maka aspirasi kawan-kawan kita akan teruskan ke pemerintah pusat dan ke DPR RI. Kita sama-sama sampaikan siapa yang nulis legalitas draftingnya,” pungkas Eko.
Namun, massa aksi Jogja Memanggil mengaku tak puas terhadap statement perwakilan legislator DIY tersebut. Sampai saat ini massa masih berkumpul di Kantor DPRD DIY.

REDAKTUR/MAWAN